Wednesday, 14 May 2025

Shifting dalam Pendidikan

 



Buatkan gambar cartoon style seperti di warung kopi Indonesia, dan orang - orang di dalamnya ngobrol tentang pendidikan. Di bagian pojok kiri bawah tuliskan inisial FB


Menggugat Kelas Tradisional: Shifting di Dunia Pendidikan

Suatu pagi di sebuah sekolah di pinggiran kota, seorang guru membuka kelas bukan dengan buku cetak, tetapi dengan menyalakan proyektor, membagikan tautan Google Classroom, dan menyiapkan sesi diskusi daring melalui Zoom. Siswa-siswi menyimak dari gawai masing-masing, mencatat di tablet, dan berdiskusi di forum digital. Adegan ini mungkin terasa asing dua dekade lalu, namun kini menjadi pemandangan lumrah. Dunia pendidikan tengah mengalami shifting besar-besaran.

"Sekolah bukan lagi satu-satunya tempat untuk belajar, dan guru bukan lagi satu-satunya sumber ilmu," demikian dikatakan Rhenald Kasali dalam salah satu kolomnya. Kalimat itu menyentak kesadaran banyak orang. Ya, pendidikan kini tak bisa lagi didefinisikan secara sempit. Perubahan teknologi, pandemi, dan tuntutan zaman telah memaksa sistem pendidikan untuk bertransformasi. Mari kita telusuri bagaimana shifting itu terjadi dan apa maknanya bagi masa depan pembelajaran.

Dari Papan Tulis ke Layar Sentuh

Transformasi paling kasatmata adalah peralihan dari pembelajaran tatap muka ke digital. Pandemi COVID-19 menjadi katalisator yang mendorong sekolah dan universitas dari Sabang hingga Merauke untuk masuk ke dunia daring. Google Meet, Zoom, Moodle, dan berbagai Learning Management System (LMS) lainnya menjadi ruang kelas baru.

Namun, ini bukan sekadar perubahan alat, melainkan juga perubahan pendekatan. Guru bukan lagi pusat perhatian yang menyampaikan materi dari depan kelas, melainkan fasilitator yang membimbing siswa mencari dan mengevaluasi informasi. Sementara itu, siswa dituntut untuk lebih aktif, adaptif, dan bertanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri.

Dari Hafalan Menuju Kompetensi

Di masa lalu, keberhasilan siswa diukur dari kemampuan menghafal materi dan mengerjakan ujian pilihan ganda. Sekarang, orientasi tersebut mulai digantikan oleh pengembangan kompetensi abad ke-21: berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas.

Sekolah kini ditantang untuk menghasilkan lulusan yang bukan hanya pandai secara akademik, tetapi juga mampu menyelesaikan masalah nyata. Oleh karena itu, model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), studi kasus, dan portofolio semakin digalakkan.

"Kami ingin siswa tidak hanya bisa menjawab soal, tetapi juga bisa merancang solusi," ujar seorang kepala sekolah inovatif di Surabaya. Ia menyadari bahwa dunia kerja dan kehidupan membutuhkan manusia yang lincah dan tangguh, bukan sekadar cerdas secara teoritis.

Dari Satu Ukuran untuk Semua ke Pembelajaran Personal

Pendidikan tradisional cenderung seragam: satu buku, satu metode, satu kecepatan. Padahal, setiap anak belajar dengan cara dan tempo yang berbeda. Di sinilah pentingnya pembelajaran yang dipersonalisasi (personalized learning).

Teknologi memungkinkan pendekatan ini dilakukan lebih efektif. Melalui aplikasi pembelajaran adaptif, siswa bisa belajar sesuai kemampuannya, mendapatkan umpan balik langsung, dan mengejar ketertinggalan tanpa rasa malu. Guru pun lebih mudah memantau perkembangan individu dan memberi dukungan yang sesuai.

Shifting ini membawa harapan baru, terutama bagi siswa dengan kebutuhan khusus atau yang tinggal di daerah dengan akses pendidikan terbatas.

Dari Sekolah ke Dunia Nyata

Dulu, sekolah dianggap sebagai menara gading: tempat yang terpisah dari realitas. Kini, konsep itu perlahan ditinggalkan. Dunia pendidikan dituntut untuk lebih relevan dengan dunia nyata. Inilah mengapa kurikulum Merdeka hadir, memberikan ruang lebih besar bagi kreativitas dan konteks lokal.

Di tingkat SMK dan pendidikan vokasi, shifting ini bahkan lebih terasa. Program seperti SMK Pusat Keunggulan (SMK PK), program Double Track di Jawa Timur, hingga Pervekt (Program Entrepreneur Vokasi Kreatif Terpadu) mendorong siswa tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi pencipta lapangan kerja.

Siswa belajar memasarkan produk melalui marketplace, memanfaatkan media sosial sebagai alat promosi, dan mengelola usaha kecil-kecilan sejak bangku sekolah. Ini bukan mimpi, ini kenyataan yang sedang berjalan.

Dari Ujian Akhir ke Penilaian Holistik

Sistem evaluasi juga tak luput dari shifting. Ujian Nasional yang selama ini menjadi momok, telah dihapus dan diganti dengan asesmen nasional yang lebih komprehensif. Penilaian tidak lagi hanya melihat hasil akhir, tetapi juga proses dan karakter siswa.

Penilaian proyek, portofolio, dan refleksi diri menjadi instrumen baru. Ini membantu siswa memahami kekuatan dan kelemahan mereka, serta memotivasi pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning).

Bukan Sekadar Digitalisasi, Tapi Transformasi

Banyak orang mengira digitalisasi pendidikan hanyalah memindahkan buku ke PDF atau kelas ke Zoom. Padahal, shifting sejati adalah transformasi paradigma. Pendidikan harus memampukan siswa menjadi manusia utuh: adaptif, kreatif, dan berdaya.

Dalam konteks ini, peran guru dan orang tua sangat krusial. Guru bukan lagi hanya pengajar, tetapi juga pembimbing, konselor, bahkan rekan belajar. Orang tua bukan hanya penonton, tapi harus terlibat aktif dalam mendampingi anak belajar di rumah.

Menyambut Masa Depan

Tentu, tidak semua berjalan mulus. Masih banyak tantangan: kesenjangan akses internet, kemampuan digital guru yang belum merata, hingga budaya belajar yang masih konvensional. Namun, arah perubahannya sudah jelas.

Shifting di dunia pendidikan adalah keniscayaan. Bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan. Kita tak bisa lagi mengandalkan cara-cara lama untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tak terduga.

Pendidikan bukan hanya soal mengisi otak, tapi membentuk manusia yang mampu menghadapi dunia yang terus berubah. Dan shifting ini, adalah pintu masuk menuju dunia pendidikan yang lebih relevan, inklusif, dan transformatif.


No Jenis Shifting Dulu Sekarang Dampak/Implikasi Referensi/Artikel Pendukung
1 Tatap Muka → Pembelajaran Digital Pembelajaran di ruang kelas Pembelajaran daring, hybrid, berbasis platform digital Guru dan siswa harus melek teknologi, butuh infrastruktur “New Normal Education” – Kompas, 2020
2 Fokus Konten → Fokus Kompetensi Menghafal materi, nilai ujian Problem-solving, critical thinking, kolaborasi Revisi kurikulum, pendekatan berbasis proyek “Pendidikan Abad 21 dan Masa Depan SDM” – DetikEdu, 2023
3 Guru sebagai Sumber Ilmu → Guru sebagai Fasilitator Guru menjelaskan, siswa pasif Guru membimbing, siswa aktif eksplorasi Metode pengajaran lebih aktif dan reflektif “Guru di Era Digital” – Harian Kompas, 2022
4 Pendidikan untuk Bekerja → Pendidikan untuk Berwirausaha Lulusan disiapkan menjadi pegawai Lulusan diarahkan menjadi job creator, entrepreneur Perlu pelatihan wirausaha sejak dini, link & match dengan industri “Entrepreneur Muda dari Sekolah” – Rhenald Kasali, Republika 2022
5 One-Size-Fits-All → Personalized Learning Semua siswa belajar hal yang sama Belajar disesuaikan dengan gaya dan minat siswa Perlu platform adaptif dan asesmen berbasis individu “Personalisasi Pembelajaran: Solusi Pendidikan Masa Depan” – The Conversation, 2021
6 Buku Cetak → Media Interaktif Buku teks dan LKS Video, simulasi, aplikasi, game edukatif Inovasi pembelajaran, konten digital interaktif “Digitalisasi Konten Pendidikan” – Kemdikbudristek, 2021
7 Ujian Tulis → Asesmen Holistik Tes objektif, ujian nasional Portofolio, asesmen formatif, proyek siswa Evaluasi lebih autentik, sesuai kompetensi “Asesmen Nasional Mengubah Wajah Evaluasi” – Tempo, 2021
8 Pendidikan Tertutup → Pendidikan Terbuka dan Kolaboratif Belajar hanya di sekolah Belajar dari komunitas, mentor industri, platform global Kolaborasi lintas sektor dan sumber belajar semakin penting “Belajar Tidak Lagi Terbatas di Sekolah” – Rhenald Kasali, Kompas, 2020


No comments:

Post a Comment

Job Builder

  https://www.youtube.com/watch?v=5b15m4N1Heg